Oleh: Esmi Triningsih*

KEMUNDURAN nilai-nilai moral anak didik saat ini telah menjadi peringatan bagi semua pihak, terutama lembaga pendidikan dan orang tua. Banyak kasus yang menimpa generasi penerus kita termasuk dalam hal ini pelajar, mulai dari kasus tawuran, narkotika, pergaulan bebas dan perbuatan menyimpang lainnya.

Upaya untuk mewujudkan pendidikan berkualitas di sekolah bukanlah hal yang mudah. Berbagai metode pembelajaran telah diterapkan guna tercapainya hasil akhir pribadi-pribadi yang unggul dan berbudi luhur. Persaingan antar sekolah semakin ketat, namun hal ini terkadang melupakan tujuan utama dari sebuah lembaga pendidikan. Orientasi yang kurang pas bagi lembaga pendidikan yang lebih menitikberatkan pada kegiatan penguasaan materi, cenderung intelektualistik dan berorientasi inovasi eksperimentasi teknologis, sehingga kurang membangun perspektif filosofis dan karakter (JB Soebroto,2010).

Pendidikan Karakter

Visi dan misi merupakan pilar penting bagi tegaknya lembaga pendidikan. Tanpa adanya hal tersebut lembaga pendidikan akan kesulitan menentukan arah dan tujuan, bahkan kualitas anak didik pada akhirnya akan dipertanyakan.

Untuk memperoleh hasil akhir yang berkualitas, sekolah diharapkan mampu menciptakan suatu sistem pendidikan yang tidak hanya berbasis pada intelektualitas namun juga karakter. Hal ini dikarenakan pendidikan karakter pada hakikatnya bertujuan membentuk individu menjadi pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan bertanggungjawab dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas pendidikan.

Dengan demikian pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama (Doni Koesoema A., 2007). Jika dipahami secara lebih komprehensif, sekolah menjadi sebuah wahana bagi praksis pendidikan nilai. Di dalam sekolah diharapkan anak didik belajar mengaktualisasikan nilai-niai yang telah mereka terima secara langsung, sebab karakter hanya bisa dilihat dari perilaku dan praksis, bukan dari pemahaman teoritis. Pendidikan karakter dapat diterapkan secara praktis di sekolah, baik itu di kelas maupun di luar kelas seperti pada kegiatan ekstra kurikuler pramuka, outbond, di perpustakaan dan sebagainya. Dengan demikian pembentukan karakter tidak dapat terlepas dari individu-individu yang bekerja di dalam lembaga pendidikan tersebut, seperti guru, tata usaha, petugas perpustakaan, petugas kantin dan bahkan petugas kebersihan. Itulah sebabnya sekolah dapat dikatakan sebagai rumah kedua bagi anak-anak kita.

Sekolah akan kehilangan momen istimewa bagi pendidikan nilai jika setiap individu di dalam lingkungan sekolah tidak menghargai momen perjumpaan dengan individu lain sebagai sebuah kesempatan bagi praksis pendidikan karakter. Meski demikian, momen pendidikan nilai ini tidak dapat dibatasi sekadar batas-batas pagar sekolah dimana sekolah-sekolah hanya merasa bertanggungjawab ketika anak berada di lingkungan sekolah, namun tidak apabila terjadi di luar lingkungan sekolah. Kita ambil contoh pada kasus tawuran antar pelajar, narkoba dan pergaulan bebas, sekolah seharusnya tetap memiliki tanggungjawab moral dan edukatif bagi pendampingan anak didiknya terlebih bagi keselamatan mereka.

Peran Perpustakaan

Pendidikan karakter bagi anak didik dapat dimulai dengan menanamkan kecintaan pada perpustakaan. Untuk membentuk karakter anak didik melalui perpustakaan dimulai dari kebijakan sekolah untuk menjadikan anak didik mencintai perpustakaannya. Menurut Romi Febriyanto Saputro (http: Kabar Indonesia.com, 12/7/2010) perpustakaan mengajarkan beberapa karakter kepada kita. Pertama, Cinta Ilmu Pengetahuan. Saat ini sebagian besar perpustakaan sekolah di tanah air belum memiliki pustakawan. Untuk itu pendidik dan anak didik dapat bersinergi untuk mengelola sekaligus menggunakan perpustakaan sekolah. Selain itu perpustakaan juga berfungsi untuk menanamkan nilai penghargaan kepada buku di hati anak didik. Kedua, Cinta Membaca. Kelemahan pendidikan nasional saat ini adalah gagal menumbuhkan kebiasaan membaca pada anak didiknya. Anak-anak tidak dibiasakan menggali informasi dan pengetahuan “dunia lain” di perpustakaan. Padahal, pada dasarnya setiap manusia pada dasarnya setiap manusia apapun status dan kedudukannya, untuk mencapai sukses perlu didukung dengan karakter membaca. Ketiga, cinta kepada perilaku disiplin. Kegiatan layanan peminjaman buku di perpustakaan secara tidak langsung mendidik pengguna untuk mengamalkan perilaku disiplin. Karena buku yang dipinjam harus dikembalikan dalam kurun waktu tertentu, jika tidak akan menerima sanksi berupa denda. Dalam hal ini perpustakaan juga mengajarkan pada anak didik untuk taat pada “hukum” yang berlaku. Keempat, mengajarkan kepada anak didik untuk senantiasa berbagi dengan orang lain. Mengembalikan buku tanpa melewati batas akhir peminjaman merupakan aplikasi untuk memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menarik manfaat dari buku yang dipinjam. Sebaliknya, menunda-nunda pengembalian buku hingga terlambat sama artinya kita menghalangi orang lain mengakses informasi dari sebuah buku. Kelima, mengajarkan tanggung jawab. Tanggung jawab merupakan karakter langka yang dimiliki oleh bangsa ini. Yang dominan adalah perilaku suka melempar tanggung jawab. Salah satu peraturan layanan sirkulasi adalah jika peminjam buku menghilangkan buku yang dipinjamnya harus mengganti dengan buku yang sama. Maka tersirat dalam peraturan ini adalah agar anak didik memiliki keberanian untuk bertanggungjawab terhadap keselamatan buku yang dipinjamnya. Artinya keutuhan sebuah buku sehingga terhindar dari sobek, corat-coret dan terlipat merupakan tanggungjawab penuh peminjam. Keenam, mengajarkan kejujuran. Di perpustakaan, prosedur pinjam-meminjam buku harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Seperti harus memiliki kartu anggota dan dilarang keras menggunakan kartu anggota milik orang lain untuk meminjam buku.

Perpustakaan dan Realitanya

Dalam realitanya, banyak sekolah belum memiliki perpustakaan yang memadahi. Tempat yang kurang strategis dan koleksi yang tidak menarik menjadikan perpustakaan sekolah kurang diminati anak didik. Sangat disayangkan, mengingat perpustakaan merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat dalam membantu proses belajar-mengajar.

Kurang menariknya perpustakaan sekolah ini menjadi keprihatinan bagi kita semua, terutama masih adanya anggapan bahwa perpustakaan hanyalah tumpukan buku yang kelihatan membosankan. Perpustakaan sebagai salah satu tempat yang sangat penting seharusnya menjadi perhatian bagi para guru dan pengelola sekolah. Perpustakaan bukanlah museum melainkan salah satu tempat untuk menimba ilmu pengetahuan. Perpustakaan merupakan kumpulan bahan pustaka baik berupa buku maupun bukan buku (non book material). Sering tersirat pertanyaan, mengapa kondisi sebagian besar perpustakaan sekolah di negara kita masih memprihatinkan. Bagaimana sekolah menyikapi hal tersebut? Sudah saatnya sekolah tidak hanya diam menunggu, perpustakaan sekolah wajib berbenah diri sehingga dapat bermanfaat bagi anak didik.

Strategi Perpustakaan

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat perpustakaan sekolah diminati antara lain, pertama dengan pengadaan buku dan koleksi lain yang lebih lengkap dan menarik. Pengadaan buku dapat dilakukan dengan mencari sumbangan, misalnya melalui BP3, guru-guru atau mencari sponsor. Bagi sekolah yang sudah mampu dalam hal finansial, dapat dilakukan membuat anggaran pengadaan buku setiap tahunnya. Untuk perpustakaan sekolah, penyediaan buku-buku yang berhubungan dengan mata pelajaran di kelas sangat dibutuhkan.

Kedua, menempatkan perpustakaan sekolah pada tempat yang strategis, dekat dengan area bermain anak-anak atau dapat juga diatur dekat dengan ruang guru agar memudahkan pengelolaan apabila belum ada petugas khusus.

Ketiga, cara yang lebih efektif untuk mengajak anak didik mengunjungi perpustakaan yaitu bekerjasama dengan guru mata pelajaran tertentu supaya mewajibkan anak didiknya mencari referensi dari buku-buku di perpustakaan, dapat juga dengan mengadakan diskusi buku ataupun membuat karangan dengan sumber buku-buku yang ada di perpustakaan.

Keempat, mendisplay buku-buku baru di depan ruang perpustakaan. Display di sini berarti mengatur buku-buku secara khusus sehingga lebih menyolok dan menarik. Hal ini bertujuan selain untuk memperkenalkan buku-buku baru juga sebagai usaha memberikan stimulus tertentu kepada anak didik. Oleh karena itu agar ‘display’ buku baru ini benar-benar menarik, maka harus diatur sedemikian rupa seperti mengkombinasikan warna, pencahayaan yang menarik, dan penataan yang artistik sehingga koleksi yang biasa menjadi terlihat sangat menarik.

Kelima, menyelenggarakan pameran buku. Kegiatan pameran buku merupakan salah satu cara memfisualisasikan buku-buku agar diketahui oleh anak didik. Pemeran buku juga bertujuan untuk memperkenalkan dan mempromosikan perpustakaan sekolah kepada para guru, orangtua dan segenap stakeholder. Pameran dapat diselenggarakan pada hari-hari besar, seperti Hardiknas, Hari Kartini, Tahun Buku Internasional, hari peringatan sekolah, dan sebagainya.

Keenam, faktor lain yang dapat memotivasi anak didik untuk datang ke perpustakaan adalah tersedianya fasilitas-fasilitas layanan seperti jaringan internet yang langsung terhubung dengan jurnal-jurnal ilmiah internasional dan perpustakaan virtual seluruh dunia, tersedianya CD (Compact Disk) pembelajaran di perpustakaan sehingga anak didik dapat mengakses secara mandiri.

Ketujuh, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah sikap SMART yang harus dimiliki oleh petugas perpustakaan yaitu Siap utamakan layanan, Menyenangkan dan menarik dalam memberikan layanan, Antusias/bangga pada profesi, Ramah dan menghargai pengguna, dan Tabah di tengah kesulitan.

Akhirnya harus menjadi kesadaran banyak pihak bahwa dari banyak fakta yang terjadi akhir-akhir ini, perpustakaan sekolah tetap menjadi unsur penting bagi pendidikan karakter di sekolah. Konsekwensi dari peran tersebut, diperlukan dukungan dari pimpinan tempat lembaga pendidikan tersebut bernaung, guna men ‘support’ agar perpustakaan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. (Penulis adalah Pustakawan Universitas Atma Jaya Yogyakarta)***

DAFTAR PUSTAKA

Bafadal, Ibrahim. 1992. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. Jakarta, Bumi Aksara.

JB Soebroto dalam artikel SKH Kedaulatan Rakyat. 22 Juli 2010.

Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.

Jakarta, Grasindo.

Romi Febriyanto Saputro dalam artikel http: Kabar Indonesia .com, 12 Juli 2010.

Yusuf, Pawit. 2007. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. ———, Prenada.